Fenomena perpecahan umat dizaman
kiwari ini sedemikian banyak. Bukan hanya karena tidak adanya ilmu dan orang
yang menuntut ilmu atau sulitnya mendapatkan wasilah mendapatkan ilmu. Namun
tampaknya karena ilmu tersebut hilang barokahnya. Bisa jadi disebabkan karena
mengambilnya tidak dari sumber aslinya atau tidak dengan manhaj para ulama.
Mungkin juga banyaknya dan mudahnya sarana mendapatkan ilmu dan informasi
membuat kita semua tergesa-gesa dan mencukupkan hanya dengan sarana tersebut
tanpa melihat para ulama pewaris Nabi.
Syeikh Nashir al-’Aql menyatakan:
إن
البركة إنما تتحقق في العلم الذي يؤخذ عن العلماء ، وهو الأصل الذي هو سبيل
المؤمنين ، أما أخذ العلم عن الوسائل فقط دون الرجال فإنه لا ينفع إلا قليلاً ،
مما نتج عنه ظهور الأهواء والآراء الشاذة عن السنة ، وشيوع مظاهر الافتراق
والتنازع في الدين.
“Sungguh barokah hanyalah akan ada
pada ilmu yang diambil dari para ulama dan ia adalah dasar yang menjadi
jalannya kaum mukminin. Adapun mengambil ilmu dari sarana-sarana saja tanpa
(melihat) kepada para ulama, maka tidak bermanfaat kecuali sedikit. Hal ini
menghasilkan munculnya hawa dan pemikiran nyeleneh dari Sunnah dan
berkembangnya fenomena perpecahan dan perselisihan dalam agama” (lihat kitab Al-Iftiraq)
Berapa banyak kaum muslimin yang
belum mengerti kata perpecahan menurut pandangan islam, sehingga mereka
memiliki pemahaman yang salah tentangnya. Karenanya perlu dijabarkan
pengertiannya agar tidak terjadi salah kaprah.
Pengertian “Perpecahan
Umat” (al-Iftiraq)
Menilik kata perpecahan yang dalam
bahasa Arabnya adalah Al Iftiraaq (الافتراق), ternyata berasal dari kata
المفارقة yang berarti المباينة (perpisahan), المفاصلة (pemisahan) dan الانقطاع
(pemutusan). Kata iftiraaq juga diambil dari pengertian memisahkan diri
dan nyeleneh, seperti ungkapan: الخروج عن الأصل (keluar dari kaedah),
الخروج عن الجادة (keluar dari biasanya).
Sedangkan dalam pengertian para
ulama, kata iftiraaq berarti keluar (menyimpang) dari As Sunnah dan Al
Jama’ah pada satu pokok atau lebih dari pokok-pokok agama yang sudah baku dan
pasti (qath’i), baik pada pokok-pokok ajaran aqidah atau pokok ajaran
amaliyah yang berhubungan dengan hal-hal yang qath’I atau yang berhubungan
dengan kemaslahatan besar umat ini atau yang berhubungan dengan keduanya
sekaligus (lihat kitab al- Iftiraaq).
Hal ini ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah
yang berbunyi:
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ خَرَجَ مِنْ
الطَّاعَةِ وَفَارَقَ الْجَمَاعَةَ فَمَاتَ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً وَمَنْ
قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَغْضَبُ لِعَصَبَةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبَةٍ
أَوْ يَنْصُرُ عَصَبَةً فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ وَمَنْ خَرَجَ عَلَى
أُمَّتِي يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا وَلَا يَتَحَاشَى مِنْ مُؤْمِنِهَا وَلَا
يَفِي لِذِي عَهْدٍ عَهْدَهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ ([() رواه مسلم .])
.
Dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam beliau bersabda: “siapa yang keluar dari ketaatan dan
meninggalkan jama’ah lalu ia mati, maka ia mati seperti kematian orang
jahiliyah dan siapa yang berperang dibawah panji yang tidak jelas, marah karena
kesukuan atau mengajak kepada kesukuan atau menolong karena kesukuan lalu
terbunuh maka ia terbunuh seperti terbunuhnya orang jahiliyah. Siapa yang
memberontak dari umatku, memukul (membunuh) yang baik dan yang fajirnya dan
tidak memperdulikan dari kemukminannya serta tidak menunaikan janjinya kepada
orang yang dijanjikan maka ia bukan dariku dan aku lepas diri darinya” (HR.
Muslim)
Apakah setiap kekufuran
adalah iftiraaq?
Memang setiap kekufuran adalah
iftiraaq dan tidak setiap iftiraaq adalah kekufuran. Maksudnya semua amalan atau
keyakinan yang membuat sesorang menjadi kafir adalah iftiraaq, namun terkadang
iftiraaq muncul dari sekelompok orang atau jama’ah yang tidak dihukumi dengan
kufur, seperti iftiraaq-nya Khawarij. Khawarij memisahkan diri dari
jama’ah muslimin dan memberontak dengan pedang. Walaupun demikian para sahabat
tidak sepakat mengkafirkannya. Kholifah Ali bin Abi Tholib ditanya tentang
mereka dan beliau tidak memvonis kafir. Demikian juga Ibnu Umar dan sahabat
lainnya masih sholat dibelakang Najdah al-Haruri dan dahulu Ibnu Abas menjawab
dan berdebat dengan Naafi’ bin al-Azraaq sebagaimana dua orang muslim berdebat
(lihat Minhajus Sunnah, 5/247،248) .
Perbedaan perselisihan (al-Ikhtilaf)
dan perpecahan (al-Iftiraq)
Terkadang orang salah kaprah dalam
menyikapi perbedaan pendapat /perselisihan dengan perpecahan. Sehingga
memberikan hukum-hukum iftiraaq pada ikhtilaf dan sebaliknya.
Karena itulah sangat penting sekali mengetahui perbedaan antara khilaf dengan
iftiraaq.
Diantara perbedaannya adalah:
- Iftiraaq lebih buruk dari ikhtilaf, bahkan ia adalah hasil dari khilaf. Karena khilaf terkadang sampai pada batasan iftiraaq dan kadang tidak sampai. Kalau demikian iftiraq adalah ikhtilaf plus.
- Tidak semua ikhtilaf adalah iftiraaq, namun semua iftiraaq adalah ikhtilaf. Banyak masalah-masalah yang diperselisihkan kaum muslimin adalah termasuk masalah khilafiyah dan tidak boleh menghukumi orang yang menyekisihnya dengan kekufuran, mufaaraqah dan keluar dari ahli sunnah.
- Iftiraaq tidak terjadi kecuali pada masalah pokok yang inti seperti ushul agama yang tidak dibolehkan khilaf padanya dan yang sudah ditetapkan dengan nash qath’i atau ijma’ atau ahlusunnah tidak pernah berselisih dalam mengamalkannya.
- Ikhtilaf terkadang muncul dari ijtihad dan niat baik. Yang salah mendapatkan pahala selama mencari kebenaran dan yang benar mendapatkan lebih besar pahalanya. Bisa jadi seorang yang salah dipuji atas ijtihadnya. Namun bila hal ini sampai batasan iftiraaq maka semuanya tercela.
Perpecahan pasti terjadi!
Apakah perpecahan dalam umat ini
satu keniscayaan? Jawabannya adalah benar, perpecahan dalam umat ini merupakan
sunatullah yang pasti terjadi dan telah terjadi. Adapun dasar argumentasi
pernyataan ini adalah:
1. Berita yang masyhur dari Nabi
tentang terjadinya perpecahan dalam umat ini, diantaranya hadits iftiqatul ummat yang berbunyi:
افْتَرَقَتِ
الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً ، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى
ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً ، وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الأُمَّةُ عَلَى
ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
“Orang-orang Yahudi telah
berpecah belah dalam tujuh puluh satu kelompok dan Nashora berpecah belah
menjadi tujuh puluh dua kelompok serta umat ini akan pecah menjadi tujuh puluh
tiga kelompok”. (HR al-Tirmidzi).
2. Nabi telah mengkhabarkan bahwa
umat ini akan mengikuti umat-umat terdahulu dalam sabda beliau:
لَتُتَّبَعَنَّ
سُنَنُ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ
دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ تَبَعْتُمُوْهُ )) . قُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ،
الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى ؟! قَالَ : (( فَمَنْ )) ([() أخرجه البخاري ، فتح
الباري ، 13/300 . ومسلم ، رقم (2669) .]) ؟!
“Sungguh jalan orang-orang
sebelum kalian akan diikuti sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi hasta
hingga seandainya mereka masuk lubang Dhobb tentulah kalian akan mengikutinya.
Kami bertanya: Wahai Rasululloh apakah yahudi dan nashrani?! Beliau menjawab:
Siapa lagi?!” (HR. Bukhari – Muslim)
Hal ini menunjukkan bahwa Nabi
-dalam rangka memperingatkan umat ini- menceritakan bahwa umat ini akan
berpecah belah secara pasti. Namun tidaklah terjadinya perpecahan adalah celaan
kecuali untuk orang yang memecah atau memisahkan diri dari jamaah muslimin.
Kalau demikian jelaslah kepastian
terjadinya perpecahan pada umat ini, walaupun belum dibuktikan dengan realita.
Sebab banyaknya peringatakan akan sesuatu menunjukkan kepastian ada dan akan
terjadinya sesuatu itu.
Nash-nash yang ada dalam al-Qur`an
dan sunnah yang berisi peringatan dari mengikuti jalan-jalan yang tidak lurus,
diantaranya :
وَاعْتَصِمُوْا
بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَتَفَرَّقُوْا [ آل عمران : 103 ]
“Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai:, (QS. Al Imran:
103)
وَلاَ
تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ [ الأنفال : 46 ]
“dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu”
(QS. Al Anfal: 46)
وَلاَ
تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْ
بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ [ آل عمران: 105 ]
“Dan janganlah kamu menyerupai
orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang
jelas kepada mereka” (QS. Al Imran: 105)
وأَنَّ
هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ [ الأنعام : 153 ]
“dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan
kamu dari jalan-Nya” (QS. Al An’am: 153)
خَطَّ
لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ
هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ
ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ مُتَفَرِّقَةٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ
يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ إِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ
وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam menggaris satu garis kepada kami, kemudian bersabda; inilah jalannya
Allah. Kemudian menggaris beberapa garis dari sebelah kanan dan kirinya.
Kemudian berkata: Inilah jalan-jalan yang berpecah-pecah, setiap jalan darinya
ada syeitan yang menyeru. Kemudian membaca firman Allah. “dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. (QS. 6:153)”
Demikian juga Allah melarang kita
berselisih, seperti dalam firmanNya:
وَلاَ
تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ [ الأنفال : 46 ]
“dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu”
(QS. Al Anfal: 46)
Allah juga mengancam orang yang
keluar dari jalannya kaum mukminin dalam firmanNya:
وَمَنْ
يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ
غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ
وَسَاءَتْ مَصِيْرًا [ النساء : 115 ]
“Dan barangsiapa yang menentang
Rasul sesudahjelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruknya tempat kembali” (QS. An Nisaa: 115)
Nabi memberikan hukuman tertentu
bagi orang yang melakukan iftiraaq yang menunjukkan hal itu akan terjadi.
Seperi sabda beliau :
((
لاَ يَحِلُّ دَمُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
وَأَنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ إلَّا بِإِحْدَى ثَلاَثٍِ : الثَّيْبُ الزَّانِيْ ،
وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ ، وَالتَّارِكُ لِدِيْنِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ ))
([() متفق عليه ، البخاري ، 4/317 . ومسلم ، 5/106 .]) .
“Tidak dihalalkan darah seorang
muslim yang bersyahadatain kecuali dengan sebab tiga perkara; orang yang telah
menikah berzina, jiwa dengan jiwa dan orang yang meninggalkan agamanya lagi
meninggalkan jama’ah” (Muttafaqun ‘alaih)
Nabi pun telah menceritakan realitas
perpecahan pada umat ini ketika menceritakan kemunculan Khawarij, seperti sabda beliau:
عَنْ
عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ
سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ يَمْرُقُونَ
مِنْ الْإِسْلَامِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ لَا يُجَاوِزُ
إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ
قَتْلَهُمْ أَجْرٌ لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Dari Ali bin Abi Thalib beliau
berkata: Aku telah mendengar Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Akan datang diakhir zaman satu kaum yang berusia muda dan lemah akalnya,
mereka berkata dari sebaik-baiknya perkataan manusia. Mereka meninggalkan islam
sebagaimana anak panah keluar menemui sasarannya. Iman mereka tidak melewati
tenggorokan mereka. Dimana kalian temui mereka maka bunuhlah, karena membunuh
mereka adalah pahala bagi yang membunuhnya dihari kiamat” (HR. Bukhari)
Jelaslah dari dalil-dalil diatas
bahwa realita perpecahan umat tidak dapat dipungkiri lagi. Ini semua sebagai
ujian dan fitnah kepada umat islam dan ini semua sudah menjadi sunnatullah yang
tidak mungkin dirubah. Walaupun tetap perpecahan tersebut tercela. Karenanya
sudah menjadi kewajiban seorang muslim mengetahuinya dan mengetahui siapa yang
benar dan menjauhi semua yang dapat menggelincirkannya dari jalan yang lurus.
Sebab-sebab Perpecahan (Diiringkas dari Majalah al-Buhuts al-Islamiyah Edisi
46 hal 343-351)
Bila kita ingin mensensus
sebab-sebab perpecahan sejak zaman dahulu hingga zaman kiwari ini tentulah akan
banyak sekali. Namun disini hanya disampaikan sebagian yang terpenting dan
pokok saja, yaitu:
- Tipu daya dan konspirasi musuh-musuh Islam, baik yang menampakkan kekufurannya seperti yahudi dan
salibis ataupun yang menampakkan keislaman dengan tujuan melemahkan
kekuatan dan menumbuhkan perselisihan diantara kaum muslimin. Mereka
melakukan gerakan rahasia dan bawah tanah untuk menyebarkankebatilan dan
makar busuk mereka. Sebagian mereka mendapatkan kedudukan dan tempat yang
memudahkan mereka berbuat demikian. Sebagai contoh Ibnu al-Muqaffa’ al-Majusi,
al-Baramikah (keluarga
al-Barmaki) termasuk yang memiliki kisah dan peran besar ketika masa-masa
hilangnya kesadaran islam. Yang lebih besar lagi adalah Perdana mentri
Ibnu al-’Alqami dan al-Naashir al-Thusi yang keduanya memiliki peran besar
masukkan bangsa Tartar menghancurkan peradaban islam diwilayah timur.
Demikian juga yang berbentuk negara seperti dua negara syi’ah yaitu Daulah
Fathimiyah dan Isma’iliyah , Daulah al-Thuluniyah dan al-Hamadaaniyah
serta lainnya. Mereka ini memiliki pengaruh besar dalam menghancurkan
kesatuan umat dan menjadikan kekhilafahan islamiyah menjadi negara-negara
kecil seperti sekarang ini.
Hal ini telah diisyaratkan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dalam sabda beliau:
“يُوْشَكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ الأمَمُ كَمَا تَدَاعَى
الأكَلَةُإِلَى قَصْعَتِهَا” فَقَالَ قَائِلٌ: أَوَمِنْ قِلّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟
قَالَ: “بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ،
وَلَيَنْزَعَنَّ اللّه مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ،
وَلَيُقْذِفَنَّ اللّه فِي قُلُوْبِكُمُ الْوَهْنَ” فَقَالَ قَائِلٌ: يَارَسُوْلَ
اللّه، وَمَا الْوَهْنُ؟ قَالَ: “حُبُّ الدُّنيَا وَكَرَاهِيَّةُ الْمَوْتِ”.
“Dari
Tsauban beliau berkata, telah bersabda RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam
:”nyaris sudah para umat-umat (selain Islam) berkumpul (bersekongkol)
menghadapi kalian sebagaimana berkumpulnya orang-orang yang makan menghadapi
bejana makanannya” lalu bertanya seseorang:’apakah kami pada saat itu sedikit?”
beliau menjawab :”tidak, bahkan kalian pada saat itu banyak, akan tetapi kalian
itu buih seperti buih banjir, dan Allah akan menghilangkan dari diri
musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan menimpakan kedalam hati-hati
kalian wahn (kelemahan),”, lalu bertanya lagi :’wahai rasululloh apa wahn
(kelemahan) itu?”, kata beliau :”cinta dunia dan takut mati””.[Shohih
lighairihi (shohih lantaran ada yang lain yang menguatkannya (pen)) dikeluarkan
oleh Abu Daud (4297) dari jalan periwayatan ibnu Jabir, ia berkata telah
menceritakan kepadaku Abu Abdussalam darinya (Tsauban) secara marfu’]
- Kebodohan terhadap agama, karena keselamatan ada pada ilmu dan kebinasaan ada
pada kebodohan. Kebodohan disini bermakna ketidak tahuan terhadap aqidah
dan syari’at, bodoh terhadap sunnah,
ushul, kaedah dan manhajnya, bukan hanya sekedar tidak memiliki
pengetahuan saja; sebab seorang terkadang cukup memiliki hal-hal yang
menjaga dirinya dan menjaga agama dengannya lalu menjadi alim dengan
agamanya walaupun belum menjadi pakar dalam ilmu. Sebaliknya terkadang ada
orang yang mengetahui banyak pengetahuan dan dipenuhi dengan informasi dan
maklumat, namun tidak mengetahui ushul dan kaedah dasar agama. Hingga ia
tidak mengetahui ushul aqidah
dan hukum-hukum iftiraaq serta hukum-hukum bergaul dengan orang lain, ini
musibah besar. Memang kebodohan adalah satu musibah dan
menjadi sebab pokok perpecahan. Allah berfirman: “Katakanlah:”Adakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui”
(QS. 39:9)
Sufyan al-Tsauri menyatakan:
لعالم واحد أشد على الشيطان من مائة عابد
“Sungguh
seorang alim lebih ditakuti syaitan dari seribu ahli ibadah“.
Sedangkan Abu al-’Aliyah menyatakan:
Sedangkan Abu al-’Aliyah menyatakan:
( تعلموا الإسلام فإذا تعلمتموه فلا ترغبوا عنه) رواه الآجري
في كتاب الشريعة ص ( 31)
“Belajarlah
islam, apabila kalian telah mempelajarinya maka jangan membencinya”
(Diriwayatkan Al Ajurri dalam kitab Asy Syari’ah, 1/31)
- Ketidak beresan dalam manhaj menerima ilmu agama (talaqqi). Kita dalam menerima ajaran agama
harus mengikuti manhaj
yang sudah ada sejak zaman Rasululloh dan para salaf umat
ini hingga sekarang. Manhaj tersebut mencakup ilmu, amal, mengambil
petunjuk dan teladan, suluk prilaku dan pergaulan. Hal ini dilakukan
dengan lebih memperhatikan kaedah-kaedah syari’at dan ushul-ushul umum
daripada sekedar perhatian pada masalah praktis dan kuantitas jumlah nash.
Hal ini dapat diwujudkan dengan mengambil ajaran islam dari generasi teladan dan ulama-ulama besar yang kredibel. Ilmu tersebut diambil dengan bertahap baik jenis dan ukurannya sesuai dengan kemampuan dan kesiapan yang ada. Ilmu yang dapat menjadikan seseorang menjadi ahli dalam agamanya yaitu ilmu yang didasarkan kepada al-Qur`an, Sunnah dan atsar yang shohih dari para ulama umat.
Diantara fenomena kesalahan dalam talaqqi adalah:
a. Mengambil ilmu bukan dari ahlinya. Seperti diisyaratkan Rasulullah dalam sabdanya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا
يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ
حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا
فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا ([() البخاري في
كتاب الاعتصام بالكتاب والسنة ، الفتح 13/282 . وروي بألفاظ أخرى عند مسلم وأحمد
والترمذي وابن ماجه وأبي دواد .]) .
“Sesungguhnya
Allah tidak mencabut ilmu sekali cabut yang ia cabut dari hambaNya, namun
mencabut ilmu dengan memawafatkan para ulama hingga bila tidak sisa seorang
alimpun maka manusia menganggkat para tokoh yangbodoh lalu mereka ditanya dan
berfatwa tanpa ilmu. Lalu mereka sesat dan menyesatkan” (HR Al-Bukhori)
b. Tidak merujuk kepada para ulama sama sekali (الاستقلالية عن العلماء والأئمة ).
c. Meremehkan dan merendahkan para ulama (ازدراء العلماء واحتقارهم والتعالي عليهم ).
d. Menganggap ittiba’ kepada ulama besar umat ini sebagai taklid (اعتبار اتباع الأئمة على هدى وبصيرة تقليدًا).
b. Tidak merujuk kepada para ulama sama sekali (الاستقلالية عن العلماء والأئمة ).
c. Meremehkan dan merendahkan para ulama (ازدراء العلماء واحتقارهم والتعالي عليهم ).
d. Menganggap ittiba’ kepada ulama besar umat ini sebagai taklid (اعتبار اتباع الأئمة على هدى وبصيرة تقليدًا).
- Kezhaliman dan kedengkian diantara mereka sehingga mereka saling bunuh dan
berpecah belah. Sebagaimana difirmankan Allah: “Sesungguhnya agama
(yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang
yang telah diberi Al-Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada
mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang
kafir terhadap ayat-ayat Allah sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”.
(QS. Al Imran: 19)
Demikianlah ambisi ingin menjadi orang nomor satu dan saling aniaya menjadi salah satu sebab perpecahan. Oleh karena itu Nabi memperingatkan kita dalam sabda beliau:
لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ
بَعْضٍ
“Jangan
kalian kembali setelahku menjadi kafir, sebagian kalian membunuh sebagian
lainnya” (HR al-Bukhari)
Itulah yang menjadikan musuh-musuh islam berhasil mengalahkan kaum muslimin, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
Itulah yang menjadikan musuh-musuh islam berhasil mengalahkan kaum muslimin, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:
إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِيَ الْأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا
وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِي سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا
وَأُعْطِيتُ الْكَنْزَيْنِ الْأَحْمَرَ وَالْأَبْيَضَ وَإِنِّي سَأَلْتُ رَبِّي
لِأُمَّتِي أَنْ لَا يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا يُسَلِّطَ
عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيحَ بَيْضَتَهُمْ
بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّي قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي إِذَا قَضَيْتُ قَضَاءً
فَإِنَّهُ لَا يُرَدُّ وَإِنِّي أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ أَنْ لَا أُهْلِكَهُمْ
بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لَا أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا مِنْ سِوَى
أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيحُ بَيْضَتَهُمْ وَلَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ مَنْ بِأَقْطَارِهَا
أَوْ قَالَ مَنْ بَيْنَ أَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُونَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا
وَيَسْبِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Sesungguhnya
Allah Ta’ala telah menyatukan untukku dunia, lalu aku melihat timur dan
baratnya dan sesungguhnya umatku akan sampai kekuasaannya seluas yang disatukan
Allah untukku dan aku diberi dua harta simpanan yaitu emas dan perak lalu aku
memohon kepada Robb-ku untuk umatku agar dia tidak menghancurkannya dengan
kelaparan yang menyeluruh, dan menguasakan atas mereka musuh-musuhnya dari
selain mereka sendiri lalu menghancurkan seluruh jama’ah mereka, dan Robb-ku
berkata:” wahai Muhammad, sesungguhnya aku jika telah memutuskan satu qadho’
maka tidak dapat ditolak, dan aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu bahwa
aku tidak akan menghancurkan mereka dengan kelaparan yang menyeluruh dan tidak
akan menguasakan atas mereka musuh-musuh dari selain mereka yang menghancurkan
seluruh jamaahnya walaupun mereka telah berkumpul dari segala penjuru – -atau
mengatakan: orang yang ada diantara penjuru dunia-sampai sebagian mereka
membunuh dan menjadikan rampasan perang sebagian yang lainnya”[ HSR Muslim
(2889)].
- Kebid’ahan dalam agama.
- Sikap ekstrim dalam agama. Hal ini dilarang Allah dalam firmanNya:
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar..” (QS. 4:171)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun melarangnya dalam sabda beliau:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ
فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
“Wahai
sekalian manusia, hati-hatilah dari sikaf berlebihan dalam agama, karena orang
sebelum kalian binasa karena sikap berlebihan dalam agama” (HR Ibnu
Majah dan Ahmad)
Hal itu karena agama ini dibangun diatas pengamalan hukum-hukum syari’at dengan memperhatikan kemudahan, meringankan kesulitan dan mengambil keringanan pada tempatnya serta prasangka baik kepada manusia dan kasih sayang kepada mereka. Tidak keluar dari hal-hal ini kecuali dengan mashlahat yang kuat dalam pandangan ulama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Hal itu karena agama ini dibangun diatas pengamalan hukum-hukum syari’at dengan memperhatikan kemudahan, meringankan kesulitan dan mengambil keringanan pada tempatnya serta prasangka baik kepada manusia dan kasih sayang kepada mereka. Tidak keluar dari hal-hal ini kecuali dengan mashlahat yang kuat dalam pandangan ulama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
(( إن الدين يسر ، ولن يشاد الدين أحد إلا غلبـه ، فسددوا
وقاربوا وأبشروا واستعينوا بالغدوة والروحة وشيء من الدلجة ))
“Agama
itu mudah, tidaklah seorang itu ekstrim dalam agama kecuali akan kalah, maka
luruslah, dekatilah (kesempurnaan), berilah kabar gembira dan gunakanlah waktu
pagi dan sore dan sedikit dari tengah malam“.
- Meniru dan mengekor kepada umat-umat terdahulu, sebagaimana dijelaskan Rasululloh dalam sabda beliau:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلَانِيَةً لَكَانَ فِي أُمَّتِي مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
“Akan datang kepada umatku apa yang telah menimpa bani Isro’il sama persis hingga bila ada dari mereka orang yang menzinahi ibunya terang-terangan pasti akan ada pada umatku yang berbuat demikian. Sungguh bani Isro’il telah berpecah belah dalam tujuh puluh satu kelompok dan umat ini akan pecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok seluruhnya di neraka kecuali satu. Mereka bertanya: Siapakah ia wahai Rasulullah!? Beliau menjawab: Yang mengikuti ajaranku dan sahabat-sahabatku” (HR al-Tirmidzi).
Imam al-Aajuri menyatakan: “Seorang alim yang berakal yang membuka lembaran keadaan umat ini tentu mengetahui bahwa kebanyakan umat ini dan keumumannya berjalan urusan mereka sesuai jalan-jalannya ahli kitab (Yahudi dan Nashrani)” (Al-Syari’ah hal. 20).
Diantaranya adalah terpengaruhnya kaum muslimin dengan pemikiran dan filsafat yang datangnya dari negeri kafir. Hal ini diawali dengan diterjemahkannya ilmu-ilmu umat lain seperti Yunani dan India yang didasarkan pada tsaqafah paganisme. Terjemahan ini dimulai diakhir masa kekhilafahan bani Umayyah pada tahun dua ratusan hijriyah ketika Kholid bin Yazid bin Mu’awiyah sangat menggemari ilmu-ilmu dan filsafat orang terdahulu, kemudian tambah menjadi-jadi pada masa kekhilafahan Ma’mun dengan mengutus delegasi kepada para raja di negara-negara lain untuk mengambil manuskrip ilmu-ilmu pengetahuan tersebut berikut kitab-kitab filsafat hingga merusak aqidah muslimin.
Oleh karena itu didapatkan sekte-sekte menyimpang dalam islam telah mengambil sebagian pokok ajarannya atau kebanyakannya dari agama-agama terdahulu. Contohnya Rafidhoh Syi’ah mengambil dari Yahudi dan Majusi, Jahmiyah dan Mu’tazilah mengambil dari Shobi’iyah dan filsafat Yunani dst.
(bersambung)